SELAMAT MELIHAT DI BLOG ASMURANSYAH SEMOGA BERMANFAAT TERIMA KASIH ATAS PERHATIAANNYA

Kamis, 26 Mei 2016

SEJARAH TERBENTUKNYA KOMANDO PASUKAN KHUSUS ELITE TNI AD

Sejarah panjang terbentuknya Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Pasukan elite TNI Angkatan Darat ini menjadi garda terdepan dalam sebuah pertempuran, termasuk menjalankan operasi-operasi yang bersifat extra-ordinary.

Kopassus pertama kali dibentuk dengan nama Kesatuan Komando Teritorium Tentara (Kesko TT) III/Siliwangi. Pembentukannya tak lepas dari ide Kolonel AE Kawilarang, yang kemudian diangkat sebagai Panglima TT III/Siliwangi.

Kesko TT III/Siliwangi dibangun atas pengalamannya menghadapi pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), di mana TNI harus mengerahkan pasukan besar buat menghadapi mereka. Akibatnya, gerakan pasukan terhambat, terkadang mandek.

Untuk merealisasikannya, dia merekrut Idjon Djanbi sebagai komandan sekaligus pelatih. Pria bernama asli Rokus Bernardus Visser asal Belanda ini merupakan mantan anggota Korps Speciale Troepen, pasukan elite KNIL.

Dari tangan Idjon Djanbi, jabatan komandan jenderal sudah berkali-kali berganti. Setelah Idjon Djanbi, berganti ke Sarwo Edhie Wibowo, Agum Gumelar sampai Prabowo Subianto sudah menyandang jabatan tersebut. Seluruh komandan jenderal bertanggung jawab langsung terhadap Panglima TNI.

Berikut daftar komandan Kopassus sejak awal berdiri sampai sekarang:
1. Mayor Moch Idjon Djanbi (1952-1956);
2. Mayor RE Djailani (1956);
3. Mayor Kaharuddin Nasution (1956-1958);
4. Mayor Mung Parahadimulyo (1958-1964);
5. Kolonel Sarwo Edhie Wibowo (1964-1967);
6. Brigjen Widjoyo Suyono (1967-1970);
7. Brigjen Witarmin (1970-1975);
8. Brigjen Yogie Suardi Memet (Mei 1975-April 1983);
9. Brigjen Wismoyo Arismunandar (April 1983-Mei 1985);
10. Brigjen Sintong Panjaitan (Mei 1985-Agustus 1987);
11. Brigjen Kuntara (Agustus 1987-Juli 1992);
12. Brigjen Tarub (Juli 1992-Juli 1993);
13. Brigjen Agum Gumelar (Juli 1993-September 1994);
14. Brigjen Subagyo HS (September 1994-Desember 1995);
15. Mayjen Prabowo Subianto (Desember 1995-Maret 1998);
16. Mayjen Muchdi Purwoprandjono (Maret 1998-Mei 1998);
17. Mayjen Syahrir MS (1998-2000);
18. Mayjen Amirul Isnaini (1 Juni 2000-2002);
19. Mayjen Sriyanto Muntasram (2002-15 Februari 2005);
20. Mayjen Syaiful Rizal (15 Februari 2005-1 September 2006);
21. Mayjen Rasyid Qurnuen Aquary (1 September 2006-12 September 2007);
22. Mayjen Soenarko (12 September 2007-1 Juli 2008);
23. Mayjen Pramono Edhie Wibowo (1 Juli 2008-4 Desember 2009);
24. Mayjen Lodewijk Freidrich Paulus (4 Desember 2009-8 September 2011);
25. Mayjen Wisnu Bawa Tenaya (8 September 2011-2012);
26. Mayjen Agus Sutomo (2012-5 September 2014);
27. Mayjen Doni Monardo (5 September 2014-25 Juli 2015); dan,
28. Mayjen Muhammad Herindra (25 Juli 2015-Sekarang).


KKAD
Pada tanggal 18 Maret 1953 Mabes ABRI mengambil alih dari komando Siliwangi dan kemudian mengubah namanya menjadi Korps Komando Angkatan Darat (KKAD).

RPKAD
Tanggal 25 Juli 1955 organisasi KKAD ditingkatkan menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD), yang tetap dipimpin oleh Mochamad Idjon Djanbi.Tahun 1959 unsur-unsur tempur dipindahkan ke Cijantung, di timur Jakarta. Dan pada tahun 1959 itu pula Kepanjangan RPKAD diubah menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Saat itu organisasi militer itu telah dipimpin oleh Mayor Kaharuddin Nasution.Pada saat operasi penumpasan DI/TII, komandan pertama, Mayor Idjon Djanbi terluka, dan akhirnya digantikan oleh Mayor RE Djailani.

Puspassus AD
Pada tanggal 12 Desember 1966, RPKAD berubah pula menjadi Pusat Pasukan Khusus AD (Puspassus AD). Nama Puspassus AD ini hanya bertahan selama lima tahun. Sebenarnya hingga tahun 1963, RPKAD terdiri dari dua batalyon, yaitu batalyon 1 dan batalyon 2, kesemuanya bermarkas di Jakarta. Ketika, batalyon 1 dikerahkan ke Lumbis dan Long Bawan, saat konfrontasi dengan Malaysia, sedangkan batalyon 2 juga mengalami penderitaan juga di Kuching, Malaysia. Personel nyata RPKAD saat itu tak lebih dari 1 Batalyon, hal ini membuat komandan RPKAD saat itu, Letnan Kolonel Sarwo Edhie -karena kedekatannya pribadi dengan Panglima Angkatan Darat, Letnan Jenderal Ahmad Yani, meminta penambahan personel dari 2 batalyon Banteng di Jawa Tengah. Saat menumpas DI/TII di Jawa Tengah, Ahmad Yani membentuk operasi "Gerakan Banteng Negara" (GBN)yang sering disebut Batalyon Banteng Raiders. Ahmad Yani menyanggupi dan memberikan Batalyon 441"Banteng Raider III", Jatingaleh, Semarang dan Batalyon Lintas Udara 436 "Banteng Raider I", Magelang. Melalui rekrutmen dan seleksi latihan Raider di Bruno Purworejo dan latihan Komando di Batujajar maka Batalyon 441 "Banteng Raider III" ditahbiskan sebagai Batalyon 3 RPKAD (Tri Budhi Maha Sakti) di akhir tahun 1963. Menyusul kemudian Batalyon Lintas Udara 436 "Banteng Raider I", Magelang menjadi Batalyon 2 menggantikan batalyon 2 lama yang kekurangan tenaga di pertengahan 1965. Perbedaan yang mencolok adalah prajurit RPKAD pada Batalyon-1 dan 2 awal di Cijantung diambil dari seleksi anak-anak muda (sipil) sementara pada Batalyon-2 dan 3 seleksi prajurit RPKAD diambil dari prajurit "jadi" yang sudah mempunyai "jam terbang" dan pengalaman dalam operasi - operasi militer. Sedangkan Batalyon 454 "Banteng Raider II" tetap menjadi batalyon di bawah naungan Kodam Diponegoro. Batalyon ini kelak berpetualang di Jakarta dan terlibat tembak menembak dengan Batalyon 1 RPKAD di Hek. (Bekas markas Yon-3 RPKAD kini digunakan sebagai Yon Arhanudse, Semarang. Bekas markas Yon-2 RPKAD Magelang sekarang Rindam IV Diponegoro. Batalyon-454 berubah menjadi Yonif-401/BR ( Banteng Raiders ) kini Yonif-400 Raider berkedudukan di Srondol, Semarang).

Kopassandha
Tanggal 17 Februari 1971, resimen tersebut kemudian diberi nama Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha).
Dalam operasi di Timor Timur pasukan ini memainkan peran sejak awal. Mereka melakukan operasi khusus guna mendorong integrasi Timtim dengan Indonesia. Pada tanggal 7 Desember 1975, pasukan ini merupakan angkatan utama yang pertama ke Dili. Pasukan ini ditugaskan untuk mengamankan lapangan udara. Sementara Angkatan Laut dan Angkatan Udara mengamankan kota. Semenjak saat itu peran pasukan ini terus berlanjut dan membentuk sebagian dari kekuatan udara yang bergerak (mobile) untuk memburu tokoh Fretilin, Nicolau dos Reis Lobato pada Desember 1978. Prestasi yang melambungkan nama Kopassandha adalah saat melakukan operasi pembebasan sandera yaitu para awak dan penumpang pesawat DC-9 Woyla Garuda Indonesian Airways yang dibajak oleh lima orang yang mengaku berasal dari kelompok ekstremis Islam "Komando Jihad" yang dipimpin Imran bin Muhammad Zein, 28 Maret 1981. Pesawat yang tengah menerbangi rute Palembang-Medan itu sempat didaratkan di Penang, Malaysia dan akhirnya mendarat di Bandara Don Mueang, Bangkok. Di bawah pimpinan Letkol Sintong Panjaitan, pasukan Kopassandha mampu membebaskan seluruh sandera dan menembak mati semua pelaku pembajakan. Korban yang jatuh dari operasi ini adalah Capa (anumerta) Achmad Kirang yang meninggal tertembak pembajak serta pilot Kapten Herman Rante yang juga ditembak oleh pembajak. Imran bin Muhammad Zein ditangkap dalam peristiwa tersebut dan dijatuhi hukuman mati.Pada tahun 1992 menangkap penerus Lobato, Xanana Gusmao, yang bersembunyi di Dili bersama pendukungnya.

Kopassus
Dengan adanya reorganisasi di tubuh ABRI, sejak tanggal 26 Desember 1986, nama Kopassandha berubah menjadi Komando Pasukan Khusus yang lebih terkenal dengan nama Kopassus hingga kini.ABRI selanjutnya melakukan penataan kembali terhadap grup di kesatuan Kopassus. Sehingga wadah kesatuan dan pendidikan digabungkan menjadi Grup 1, Grup 2, Grup 3/Pusdik Pasuss, serta Detasemen 81.

Sejak tanggal 25 Juni 1996 Kopasuss melakukan reorganisasi dan pengembangan grup dari tiga Grup menjadi lima Grup.
Grup 1/Parakomando — berlokasi di Serang, Banten
Grup 2/Parakomando — berlokasi di Kartasura, Jawa Tengah
Grup 3/Pusat Pendidikan Pasukan Khusus — berlokasi di Batujajar, Jawa Barat
Grup 4/Sandhi Yudha — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
Grup 5/Anti Teror — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
Detasemen 81, unit anti teroris Kopassus, ditiadakan dan diintegrasikan ke grup-grup tadi. Sebutan bagi pemimpin Kopassus juga ditingkatkan dari Komandan Kopassus yang berpangkat Brigjen menjadi Komandan Jendral (Danjen) Kopassus yang berpangkat Mayjen bersamaan dengan reorganisasi ini.




 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar